Rindu Syaitara Pada Ibunya
12 Agustus 2015|Daryadi dan Indrayanto
Gadis kecil hitam manis bertubuh kurus bernama Syaitara (10) sudah begitu lama menahan rindu, sejak terpisah dari ibunya, Khonsuma (34) dan kedua adiknya, Imam Husen (8) dan Nurul Amin (6). Perahu yang ditumpangi Syaitara terdampar di pantai Aceh Tamiang, sementara perahu yang ditumpangi ibu dan dua adiknya terdampar di pantai Pulau Pusong Telaga Tujuh, Langsa yang kemudian ditarik ke Pelabuhan Kuala Langsa. Syaitara kini tinggal di Kamp Gedung SKB Kuala Simpang, Aceh Tamiang, sedangkan ibu dan kedua adiknya tinggal di Kamp Kuala Langsa, terpisah 38 km.
Syaitara dan keluarganya yang beretnis Rohingya sengaja keluar dari Rakhine, Myanmar untuk menyusul ayahnya yang telah beberapa lama tinggal di Malaysia. Mereka menempuh perjalanan bersama dari Myanmar dengan kapal kargo menuju perbatasan Myanmar Thailand, dan hendak menempuh jalan darat lewat Thailand menuju Malaysia. Namun mereka ditolak masuk oleh otoritas Thailand, lalu mereka dinaikkan ke kapal nelayan dan dilayarkan ke arah barat menuju perairan Indonesia, sampai akhirnya terdampar di pantai timur Aceh (11/05).
Di pelabuhan Kuala Langsa, 678 orang pengungsi menempati 2 gudang yang digunakan sebagai kamp penampungan sementara. Jika siang hari terasa sangat pengap karena kurangnya sirkulasi udara. Ketika JRS menunjukkan foto Syaitara pada Khonsuma, ia nampak sangat senang. Sambil kedua tangannya didekapkan di dada, dia mengucap, “Syaitara, Syaitara” menyatakan rasa rindunya. Kemudian Khonsuma pun memanggil kedua anaknya, untuk melihat foto Syaitara di kamera JRS. Namun karena keterbatasan bahasa, JRS hanya bisa menyatakan, “Syaitara oke,” sambil mengangkat jempol untuk menyatakan kabar baik.
Syaitara tinggal di Kamp SKB Kuala Simpang bersama dengan 8 perempuan dewasa dan 4 anak-anak lainnya. Selain itu, ada juga 35 pengungsi laki-laki, 11 orang di antaranya berasal dari Banglades. Kamp ini memiliki fasilitas yang cukup baik karena biasanya digunakan untuk akomodasi pelatihan guru di Kabupaten Aceh Tamiang.
Beberapa aktivis LSM Lokal, Hijabers Tamiang, Dira dan Liza Tantiana senantiasa menemani para pengungsi di kamp ini. Saat JRS datang, Jumat (29/5), Liza dan Dira sedang bercakap-cakap dengan Syaitara, dengan bahasa campuran, antara bahasa isyarat dan sedikit bahasa Indonesia. Syaitara dengan malu-malu menyatakan ingin bertemu dengan ibunya. Dia hanya bisa menyebut, “Bibi, bibi” yang artinya ibu. Pihak Hijabers sudah berusaha mencari ibu Syaitara di Kamp Kuala Langsa, dan telah menunjukkan foto Syaitara melalui smartphone ke ibunya. Mereka berharap dapat mempersatukan Syaitara dengan ibunya kembali. Namun langkah itu belum banyak menunjukkan kemajuan karena adanya hambatan perizinan. Menurut Dira, ia sudah menghubungi Dinas Sosial Kota Langsa, PMI, dan juga kantor Imigrasi Langsa untuk memindahkan Syaitara ke Kuala Langsa ataupun membawa Ibu Syaitara ke Kamp Aceh Tamiang.
Upaya lain juga dilakukan seorang nelayan dari Pulau Pusong Telaga Tujuh bernama Tahir. Ia mencetak foto Syaitara, dan juga telah menunjukkannya kepada Khonsuma, ibu Syaitara. Namun Tahir hanya bisa menunggu sampai pihak yang berwenang mengabulkan permohonan itu. Tahir menceritakan pengalamannya kepada JRS dalam menolong para manusia perahu. Awalnya Tahir ditolak saat akan membawa mereka ke Pelabuhan Kuala Langsa. Namun ia mengingatkan petugas bahwa yang ia bawa adalah manusia yang butuh pertolongan, dan sesuai Hukum Adat Laot Aceh, wajib hukumnya untuk memberi pertolongan bagi manusia yang terkatung-katung di laut. Akhirnya para pengungsi pun didaratkan di pelabuhan dan ditolong oleh masyarakat sekitar.
JRS telah melaporkan kasus keterpisahan Syaitara dengan Ibunya tersebut kepada organisasi internasional dan otoritas setempat. Namun sampai JRS meninggalkan Aceh (30/05), belum ada kejelasan nasib Syaitara untuk dipertemukan dengan ibunya. Demikian juga informasi terakhir yang JRS terima dari aktivis Hijabers Tamiang, Dira, sampai minggu pertama Juni masih belum ada kejelasan untuk dapat mempertemukan Syaitara dengan Ibunya di Kamp Kuala Langsa. Namun Dira dan kawan-kawan masih terus berharap dapat mempertemukan Syaitara dengan Khonsuma dan dua adiknya.