Pengungsi
Internal

Pengungsi Internal

Pengungsi Internal adalah “orang-orang atau kelompok orang yang telah terpaksa atau harus berpindah atau meninggalkan rumah atau kampung halaman mereka, terutama sebagai akibat dari atau demi menghindari pengaruh konflik bersenjata, situasi kekerasan yang meluas, pelecehan terhadap hak asasi manusia atau karena bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia, dan tidak melintasi batas-batas negara yang diakui secara internasional”. (Prinsip-prinsip Panduan tentang Pengungsian Internal, Pengantar, paragraf 2)

Kehadiran JRS

JRS Indonesia (2000–2005) melakukan aneka pelayanan bagi para pengungsi dengan fokus pendamaian kembali kelompok-kelompok masyarakat yang bertikai. JRS Indonesia di Aceh dan Sumatra Utara (2001–2004, 2008–2009) menemani dan membela kepentingan para pengungsi korban konflik serta melakukan berbagai kegiatan, termasuk penyediaan lahan pemukiman, bagi mereka.

JRS Indonesia di Aceh dan Nias (2005–2007) melakukan pelbagai pelayanan pada masa darurat serta pengadaan rumah tahan gempa bagi para pengungsi korban gempa bumi dan tsunami. JRS Indonesia berkarya bagi dan bersama masyarakat beberapa desa di Aceh Selatan (2008–2011) agar mereka mampu mengantisipasi pengungsian dengan keterampilan mengelola desa, mengatasi konflik, dan mengurangi risiko bencana alam. JRS Indonesia membantu para pengungsi akibat gempa Jogja (2006) dan erupsi Merapi (2010) serta gempa Cianjur (2010) dengan rehabilitasi pemukiman.

JRS Indonesia berkarya bagi dan bersama para penyintas gempa, tsunami, dan likuefaksi di Palu, Donggala, dan Sigi di Sulawesi Tengah (2018–2020). JRS Indonesia memberi dukungan psikososial bagi anak-anak sekolah, para guru, dan para tokoh masyarakat setempat agar mereka tetap berpengharapan dan bersemangat.

Mengatasi Ancaman Pengungsian Paksa Akibat Krisis Iklim dan Kerusakan Lingkungan di Pesisir Utara Jawa

JRS Indonesia menyadari bahwa penyebab pengungsian paksa di Indonesia semakin beragam. Selain dipicu oleh konflik sosial dan bencana alam, pengungsian paksa juga kerap terjadi akibat dampak pembangunan dan krisis iklim. Di wilayah Pantai Utara Jawa, ancaman tersebut semakin nyata seiring dengan kerusakan lingkungan, seperti penurunan muka tanah dan abrasi pesisir. Masalah ini dipicu oleh eksploitasi air tanah yang berlebihan serta kenaikan permukaan laut akibat pemanasan global.

Sebagai bentuk dukungan bagi komunitas yang terdampak, sejak 2023 JRS Indonesia menjalin kerja sama dengan Lembaga Pendamping Usaha Buruh Tani dan Nelayan (LPUBTN) Keuskupan Agung Semarang, serta sebuah pesantren di Demak. Kolaborasi ini bertujuan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemulihan lingkungan, sekaligus mendorong keterlibatan aktif komunitas melalui kegiatan seperti penanaman mangrove. Selain itu, JRS dan mitra juga membangun fasilitas belajar yang aman dari ancaman banjir rob, agar anak-anak di wilayah pesisir tetap dapat belajar dengan nyaman.

Melalui program ini, JRS Indonesia bersama LPUBTN KAS—dengan dukungan JRS Asia Pacific dan Jesuit Conference of Asia Pacific (JCAP)—mengimplementasikan kegiatan “Reboisasi untuk Pemulihan Kualitas Lingkungan di Sepanjang Tanggul Laut RW XV Tambak Lorok, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah.”

Sebanyak 3.000 pohon telah ditanam di kawasan tersebut sebagai benteng alami yang melindungi pemukiman dari ancaman rob dan penurunan permukaan tanah. Melalui upaya ini, JRS Indonesia berharap dapat berkontribusi dalam membangun ketangguhan komunitas pesisir sekaligus mendorong kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga lingkungan demi masa depan yang lebih baik.

Jalan Perdamaian di Kesui