Perjalanan Seorang Penyintas dari Irak

25 Agustus 2016|Sabbar Dahham Sabbar

Saya lahir di Baghdad, Irak, negara yang amat indah, tempat asal para nabi. Saya menyelesaikan jenjang magister dalam Manajemen Bisnis di Kuala Lumpur, Malaysia, pada kurun waktu yang bersamaan dengan pecahnya konflik dan perang di Irak. Negara saya porak-poranda sejak 2003. Rasanya seperti di neraka. Orang-orang terpecah dalam berbagai kelompok agama dan etnis, berkelahi satu sama lain, bahkan membunuh hanya demi kesenangan duniawi.

Pada pertengahan tahun 2015, lebih dari 4 juta orang Irak kehilangan tempat tinggal dan menjalani hidup sebagai pengungsiĀ  Sebagian dari kami mengungsi ke Indonesia, mendaftarkan diri ke UNHCR, dan atas belas kasih Indonesia, kami mendapat tempat bernaung, makanan, dan perawatan kesehatan.

Pada tahun 2013 saya berhasil mencapai Indonesia dan akhirnya mendapat status pengungsi dari UNHCR setelah proses yang begitu lama dan lambat. Di Manado saya berjumpa dengan JRS yang peduli pada pengungsi dan pencari suaka. Mereka membantu mencarikan kesempatan supaya saya dapat mengajar di IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Manado sebagai relawan pengajar, sehingga saya dapat membagikan ilmu kepada mahasiswa setempat. Bagi saya, ini seperti nafas kehidupan baru.

Saya ingin menceritakan tentang pengalaman pertama saya mengajar di Indonesia. Di tahun 2016 saya mulai mengajar bahasa Arab, bahasa Inggris, dan berbagai subjek lain tentang bisnis Islami dan Syariah. Saya sudah pernah mengajar sebelumnya, tapi kelas saya biasanya hanya diikuti oleh beberapa orang murid. Saya belum punya pengalaman mengajar di kelas dalam suasana pendidikan di Indonesia. Jadi saya agak khawatir.

IAIN Manado menyediakan program pelatihan bagi asisten dosen yang berlangsung intensif selama sepekan. Saya mengikuti semua lokakarya dari pelatihan tersebut, mencatat, membaca, dan membaca ulang materinya. Tetap saja saya merasa agak kurang persiapan. Mengingat pengalaman itu, rasanya saya kurang percaya diri dan agak takut menghadapi mahasiswa-mahasiswa saya.

Akhirnya jam yang ditentukan pun tiba, dan saya harus maju dan mengajar. Saya memperkenalkan diri, bertanya kepada setiap mahasiswa untuk memperkenalkan diri secara singkat, dan langsung mengajar. Mereka sudah menyiapkan diri dengan baik, kebanyakan sudah menguasai bahan yang serupa. Hari pertama cukup sukses!

DiĀ  IAIN Manado, saya makin mengenal diri saya sebagai pengajar. Saya merasa cukup percaya diri saat ini bahwa saya mampu mengajar di level perguruan tinggi. Saya memperoleh banyak kecakapan, yang kebanyakan saya dapat dari seminar-seminar. Dalam mengembangkan kemampuan mengajar, saya belajar banyak antara lain tentang bagaimana mengolah informasi, cara yang baik dan buruk dalam menyajikan materi, dan teknik untuk menghadapi permasalahan dalam mengajar. Bahkan penulisan reflektif ini membantu saya untuk menuangkan dan meringkas apa yang telah saya dapatkan dalam mengajar.

Ada beberapa hal istimewa yang perlu saya sampaikan. Saya ingin berterimakasih kepada salah seorang dosen, Bapak Muhammad Imran, yang sangat mendukung dan membantu saya. Ia bahkan mengajak saya ke rumahnya, memperkenalkan saya kepada keluarganya, dan memperlakukan saya seperti saudara. Koordinator JRS Manado, Bapak Zainuddin, telah sangat membantu saya mendapat kesempatan bekerjasama dengan imigrasi dan universitas. Sebelumnya, saya sangat menderita di dalam Rudenim. Kesempatan ini membantu saya melepaskan stres.

Saya mendapat banyak hal dari pengalaman mengajar di IAIN Manado. Menurut saya, mengajar di universitas ibarat suatu bentuk seni pertunjukan. Berapapun banyak bacaan atau seminar yang kita hadiri, tidak dapat benar-benar mempersiapkan diri kita untuk menjalani tantangan mengajar. Kita hanya akan menjadi lebih baik dengan terus berlatih. Walaupun saya merasa kurang berpengalaman, semoga paling tidak saya telah memberi sedikit kontribusi bagi pembelajaran mereka.