Pelatihan Bagi Pengacara Pro Bono
09 November 2012|Pospos
Pencari suaka adalah seseorang yang mengajukan permohonan perlindungan internasional sebagai pengungsi setelah meninggalkan negara asalnya karena alasan yang nyata terhadap penganiayaan. Untuk mendapatkan perlindungan internasional sebagai pengungsi, seorang pencari suaka harus membuktikan adanya kemungkinan yang rasional tentang penderitaan yang ia takutkan atau yang akan terjadi pada dirinya apabila ia kembali ke negara asalnya, melalui proses yang disebut Penentuan Status sebagai Pengungsi. Proses ini bertujuan untuk menentukan apakah seorang pencari suaka memenuhi kriteria untuk disebut sebagai pengungsi sebagaimana dinyatakan dalam Konvensi PBB tahun 1951 tentang Pengungsi dan protokol tahun 1967.
Dalam konteks Indonesia, petugas UNHCR yang berwenang akan mengumpulkan semua informasi yang diberikan oleh pencari suaka dan mengambil keputusan apakah orang tersebut membutuhkan perlindungan internasional ataukah tidak. Tanggung jawab untuk membuktikan adanya ancaman nyata bagi pencari suaka apabila ia kembali ke negara asalnya, terletak pada pundak pencari suaka itu sendiri. Ia harus membuktikan bahwa ketakutannya itu nyata dan terbukti. Tidak semua pencari suaka memiliki kemampuan untuk membuat tulisan yang baik atau pernyataan langsung yang didukung oleh bukti dan informasi yang obyektif. Kadang-kadang pencari suaka sungguh-sungguh tidak memahami kriteria atau prosedurnya. Ada kendala bahasa, perasaan cemas, trauma atau rasa malu tentang apa yang telah terjadi di masa lampau yang seringkali membuatnya sulit untuk mengatakan apa yang senyatanya terjadi pada waktu lalu. Dalam beberapa kasus, ketidakmampuan ini mengakibatkan pengajuan suakanya ditolak dan mengakibatkan kemungkinan untuk kembali kepada situasi bahaya yang sewaktu-waktu mengancam hidup.
Untuk memastikan agar ancaman terhadap seorang pencari suaka itu dilihat secara tepat, bantuan yang dapat diberikan oleh seorang penasihat hukum yang terlatih menjadi sangat penting. Bantuan ini dapat berupa pemberian informasi tentang kriteria dan proses, melakukan klarifikasi tentang apa yang sesungguhnya terjadi yang membuatnya takut untuk kembali, menuliskan pernyataan resmi termasuk rekomendasi tentang mengapa orang tersebut membutuhkan perlindungan dan memberikan informasi obyektif tentang situasi di negara asal pencari suaka.
Sejak tahun 2010 UNHCR Indonesia mulai menerima penasihat hukum bagi pencari suaka, namun sayang sampai saat ini jumlah pengacara yang dapat memberikan layanan sebagai penasihat hukum yang berkualitas sangatlah sedikit terutama mereka yang bersedia memberikan layanan secara cuma-cuma (Pro Bono). Peran penasihat hukum tersebut adalah membantu pencari suaka agar dapat membuat pengajuan yang jujur dan rinci serta memungkinkan UNHCR dapat mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan pedoman UNHCR.
Menyadari kurangnya penasihat hukum Pro Bono bagi pencari suaka, JRS Indonesia berinisiatif untuk menyelenggarakan pelatihan bagi para pengacara tentang hukum pengungsian dan proses penentuan status pengungsi UNHCR. “Pelatihan untuk Para Penasihat Hukum Pro Bono bagi Pencari Suaka tentang Proses Penentuan Status sebagai Pengungsi” dilaksanakan pada tanggal 25-27 Juni 2012 di Jakarta. Pelatihan ini diikuti oleh 16 peserta dari berbagai organisasi seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Surabaya, dan Pekanbaru, Human Rights Working Group (HRWG), Yayasan Mahkota Medan dan beberapa pengacara mandiri. Sungguh sangat beruntung bahwa kami dapat mengundang Nikola Errington, seorang legal officer JRS Kamboja yang sangat berpengalaman, sebagai fasilitator yang dapat membagikan pengetahuan dan pengalaman tentang bagaimana membantu pencari suaka selama proses pengajuan suaka mereka.
Pelatihan ini bertujuan untuk memperluas, memperdalam dan memperkuat keterampilan dan pengetahuan para anggota jaringan Penasihat Hukum Pro Bono Indonesia baik anggota lama maupun anggota baru. Pelatihan ini meliputi pemahaman tentang hukum pengungsian dan etika yang ditandaskan di dalam instrumen-instrumen internasional seperti definisi pengungsi menurut Konvensi, Kode Nairobi dan Bar Code Indonesia. Keterampilan tentang bagaimana memberikan nasihat hukum dipraktikkan melalui permainan peran (role-play), mengumpulkan kesaksian, membuat draft pengajuan resmi dan praktik tentang bagaimana bertingkah laku ketika menghadiri wawancara proses RSD sebagai penasihat hukum. Pelatihan ini menegaskan kembali komitmen para peserta untuk memberikan nasihat dan layanan secara gratis dan merumuskan langkah-langkah selanjutnya yang akan dilakukan sebagai sebuah jaringan. Setelah selesai pelatihan, jaringan ini telah merumuskan draft prosedur dan panduan tentang pemberian bantuan berkualitas kepada pencari suaka secara efektif dan efisien. Jaringan ini menamakan dirinya SUAKA, yang juga berarti perlindungan.