Kisah Seorang Pengungsi Perempuan: Berjuang Sendiri, Bertahan Demi Menghidupi Empat Anak

08 Maret 2025| Fahrian Saleh

Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap 8 Maret merupakan momentum untuk mengenang perjuangan, ketangguhan, dan kontribusi perempuan di seluruh dunia. Terdapat jutaan kisah perempuan yang mungkin tidak pernah terdengar, namun penuh inspirasi dan kekuatan. Salah satunya adalah kisah seorang ibu tunggal dengan empat anak yang juga seorang pengungsi. RA, seorang perempuan asal Somalia, Afrika, menggambarkan bagaimana perempuan mampu bertahan, berjuang, dan tetap bermimpi meskipun menghadapi berbagai kesulitan.

Kepada JRS, RA berbagi kisah mengenai berbagai tantangan yang harus dihadapinya, mulai dari permasalahan ekonomi, kesehatan, hingga pendidikan anak-anaknya.

“Tidak mudah memang, tetapi saya yakin bahwa kami adalah orang yang beriman, sehingga kami tentu mampu menghadapinya,” ujarnya dengan penuh keyakinan.

Kata-katanya sederhana, tetapi sarat makna. Bagi RA, iman dan tekad adalah senjata terkuat dalam menghadapi kehidupan.

Sebagai seorang ibu tunggal yang mengurus empat anak, RA harus menghadapi berbagai tantangan hidup. Perjalanannya cukup panjang. Ia terpaksa melarikan diri dari negaranya yang dilanda konflik. Dalam upaya untuk bertahan hidup, ia sempat pindah ke Arab Saudi dan bekerja di sana selama beberapa tahun demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Namun, ia dan keluarganya akhirnya dideportasi karena tidak memiliki izin tinggal. Sejak saat itu, ia terpisah dari suaminya, dan selama empat tahun terakhir mereka tidak pernah bertemu atau berkomunikasi.

Setelah mengalami berbagai kesulitan, RA dan anak-anaknya tiba di Indonesia pada tahun 2024 dengan status pengungsi. Kepulangannya ke negara asal tidak memungkinkan karena situasi yang masih bergejolak. Saat ini, ia masih menunggu kesempatan untuk ditempatkan di negara ketiga seperti Amerika Serikat, Selandia Baru, Kanada, atau Australia.

“Kami tidak mengerti bahasa dan tidak mengetahui apa pun di sini, tetapi saya berusaha mencari yang terbaik untuk anak-anak saya,” tuturnya.

Perjuangan RA untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya adalah bukti nyata bahwa seorang ibu mampu melakukan apa pun demi masa depan buah hatinya. Ia menegaskan bahwa doa dan kepasrahan kepada Tuhan menjadi sumber kekuatannya. Di balik setiap kesulitan, ia percaya akan adanya pertolongan dari Yang Maha Kuasa. Keempat anaknya masih tergolong di bawah umur, sehingga ia memiliki tanggung jawab besar dalam membesarkan mereka sendirian.

“Saya menyerahkan nasib saya kepada Tuhan. Walaupun dalam hidup ini saya harus menghadapi banyak tantangan sebagai ibu tunggal dengan empat anak, saya selalu berdoa agar kami mendapatkan yang terbaik. Saat ini, saya hanya bisa berharap pada kebaikan orang-orang. Namun, saya juga ingin mandiri, memiliki pekerjaan, dan mampu memenuhi kebutuhan anak-anak saya,” ujarnya dengan penuh harapan.

RA mengungkapkan bahwa akses terhadap layanan kesehatan, ekonomi, dan pendidikan merupakan tantangan terbesar bagi keluarga pengungsi sepertinya. Dengan statusnya sebagai pengungsi, banyak hak dasar yang sulit diakses karena keterbatasan yang ada. Namun, ia tetap bersyukur karena anak-anaknya masih bisa mendapatkan layanan kesehatan di puskesmas serta bersekolah di kelompok belajar yang menyediakan pendidikan bagi anak-anak pengungsi. Ia juga menemukan banyak orang baik di Indonesia yang bersedia membantunya, termasuk rekan sesama pengungsi.

“Anak-anak saya memiliki keinginan besar untuk bersekolah. Anak saya yang paling besar, berusia 15 tahun, selalu menanyakan kapan ia bisa bersekolah dan belajar secara formal. Anak kedua dan ketiga juga sering bertanya serta menunjukkan minat terhadap pendidikan,” jelasnya.

Doa dan harapan RA sederhana, tetapi sangat mendalam. Meskipun hidupnya penuh dengan tantangan, ia tidak pernah berhenti berdoa untuk kebaikan keluarganya.

“Saya berharap bisa mandiri, memiliki pekerjaan, dan mampu memenuhi kebutuhan anak-anak saya,” tuturnya.

Kisah RA mencerminkan kekuatan seorang perempuan yang tidak pernah menyerah, yang terus berjuang untuk kemandirian dan kebahagiaan keluarganya. Di Hari Perempuan Internasional, ia ingin menyuarakan harapannya.

“Saya berharap bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik sebagai seorang perempuan, ibu tunggal, dan pengungsi. Setiap orang berhak untuk bahagia, hidup dengan nyaman dan aman. Tidak peduli seberapa berat perjuangan yang dihadapi, setiap perempuan berhak bermimpi dan meraih kehidupan yang lebih baik,” ujarnya dengan penuh semangat.

Kisah RA menjadi pengingat bagi kita semua tentang kekuatan, ketangguhan, dan keteguhan hati seorang perempuan. Di tengah segala keterbatasan, ia tetap berdiri tegak, menjadi tiang penyangga bagi keluarganya, dan terus berharap untuk masa depan yang lebih cerah.