Jaringan Masyarakat Sipil Pemerhati Isu Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia Serukan Tanggung Jawab Bersama dan Jalur Aman bagi Pengungsi Pasca Tragedi Kapal Rohingya

06 Desember 2025

Pernyataan Bersama
Jaringan Masyarakat Sipil Pemerhati Isu Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia Serukan Tanggung Jawab Bersama dan Jalur Aman bagi Pengungsi Pasca Tragedi Kapal Rohingya

(13 November 2025) — Jaringan Masyarakat Sipil Pemerhati Isu Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia menyampaikan keprihatinan mendalam dan simpati terhadap para korban tragedi kapal baru-baru ini di lepas pantai Malaysia yang dilaporkan membawa pengungsi Rohingya dari Myanmar. Berdasarkan laporan, kapal yang mengangkut sekitar 70 orang tersebut tenggelam di perbatasan laut antara Malaysia dan Thailand setelah berangkat dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Setidaknya 21 orang dinyatakan meninggal dunia, 13 berhasil diselamatkan, dan puluhan lainnya masih dinyatakan hilang sementara operasi pencarian dan penyelamatan terus berlangsung di area luas sekitar Ko Tarutao, utara Pulau Langkawi, Malaysia. Insiden ini diyakini merupakan bagian dari pergerakan yang lebih besar yang melibatkan hingga 300 orang dalam beberapa kapal. Tragedi ini menjadi pengingat nyata atas krisis kemanusiaan yang terus dihadapi oleh masyarakat Rohingya dan mendesaknya kebutuhan akan tanggung jawab bersama di tingkat regional untuk memastikan perlindungan dan keselamatan bagi mereka yang mencari suaka.

Perjalanan laut berbahaya di kawasan serta kerentanan yang terus dihadapi oleh pengungsi Rohingya demi mencari keselamatan semakin meningkat. Dukungan yang tidak memadai dan keterbatasan prospek hidup di kamp pengungsian di Bangladesh, ditambah dengan konflik yang meningkat dan kondisi kemanusiaan yang memburuk di Myanmar, telah mendorong lebih banyak orang untuk mempertaruhkan nyawa di laut. Sebagian besar dari mereka yang menempuh perjalanan ini adalah perempuan dan anak-anak, menunjukkan besarnya dampak kemanusiaan dari pengungsian serta ketiadaan alternatif perlindungan yang aman dan berkelanjutan. Dalam satu tahun terakhir, diperkirakan lebih dari 5.300 pengungsi Rohingya telah menempuh perjalanan laut berbahaya dari Bangladesh dan Myanmar, dengan sedikitnya 600 orang dilaporkan hilang atau meninggal dunia.

Peristiwa ini bukan yang pertama kali terjadi, melainkan bagian dari cerminan krisis regional yang lebih luas yang memerlukan perhatian dan penanganan kolektif. Di Indonesia, insiden serupa juga telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir, termasuk peristiwa tenggelamnya kapal di lepas pantai Aceh Barat pada Maret 2024 yang menewaskan 67 orang, di antaranya 27 anak-anak. Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh UNHCR, lebih dari 1.000 pengungsi Rohingya diyakini meninggal dunia atau hilang di laut sepanjang 2023 dan 2024. Para pengungsi yang selamat sering melaporkan mengalami kekerasan, eksploitasi, dan kekurangan selama perjalanan laut. Namun, banyak dari mereka yang tetap berangkat meski sadar akan risikonya, didorong oleh rasa takut, ketidakpastian, dan ketiadaan jalur aman.

Melindungi nyawa di laut dan memastikan penyelamatan tepat waktu bagi mereka yang dalam bahaya merupakan kewajiban kemanusiaan yang mendasar di bawah hukum internasional.
Untuk mencegah kehilangan nyawa lebih lanjut, negara-negara di kawasan perlu menunjukkan komitmen yang lebih kuat terhadap tanggung jawab bersama dan memperkuat kerja sama regional dalam menyediakan perlindungan serta solusi berkelanjutan bagi para pencari suaka, pengungsi, migran, dan individu tanpa kewarganegaraan yang bergerak di sepanjang jalur utama. Di saat yang sama, perlu adanya upaya untuk mengatasi akar penyebab pengungsian dan mendorong penyelesaian krisis yang sedang berlangsung di Myanmar. Jaringan Masyarakat Sipil Pemerhati Isu Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia menyerukan kepada Pemerintah Indonesia, ASEAN serta badan-badannya, termasuk Komisi Hak Asasi Manusia Antarpemerintah ASEAN (AICHR), dan komunitas internasional untuk memperkuat kerja sama regional, mewujudkan jalur perlindungan yang aman, legal, dan bermartabat bagi mereka yang mencari perlindungan, serta mendukung penyelesaian krisis di Myanmar. Tanpa langkah-langkah tersebut, para pengungsi akan terus terpaksa mempertaruhkan nyawa mereka melalui perjalanan laut yang berbahaya demi mencari keselamatan dan harapan.
Jaringan Masyarakat Sipil Pemerhati Isu Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia:

1. Perkumpulan Suaka untuk Perlindungan Hak Pengungsi (SUAKA)
2. Asia Justice and Rights (AJAR)
3. Jesuit Refugee Service Indonesia (JRS Indonesia)
4. MER-C (Medical Emergency Rescue Committee)
5. Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP)
6. Yayasan Kemanusiaan Madani Indonesia (YKMI)
7. Yayasan Cita Wadah Swadaya (YCWS)
8. Dompet Dhuafa
9. Yayasan Geutanyoe
10. KontraS Aceh
11. Human Rights Working Group (HRWG)

Narahubung:
● Angga Reynady: 0819 4943 4214
● Annabella Arawinda: 0851 2123 0272

 

Joint Statement
Civil Society Network on Refugee and Asylum Seeker Issues in Indonesia
Calls for Shared Responsibility and Safe Pathways for Refugees
Following Rohingya Boat Tragedy

(13 November 2025) – The Civil Society Network on Refugee and Asylum Seeker Issues in Indonesia expresses its deep concern and sympathy for the victims of the recent boat tragedy off the coast of Malaysia, which reportedly carried Rohingya refugees from Myanmar. According to reports, the boat that was carrying around 70 individuals sank near the maritime border between Malaysia and Thailand after departing from Myanmar’s Rakhine State. At least 21 people have died, 13 have been rescued, and dozens remain missing as search and rescue operations continue across a wide area near Ko Tarutao, north of Malaysia’s Langkawi Island. The incident is believed to be part of a larger movement involving up to 300 people traveling on multiple boats. This tragic loss of life is yet another stark reminder of the ongoing humanitarian crisis faced by the Rohingya people and the urgent need for shared regional responsibility to ensure protection and safety for those seeking refuge.

The recent tragedy underscores the alarming rise in dangerous sea journeys across the region and the persistent vulnerability of Rohingya refugees compelled to undertake such routes in search of safety. Inadequate support and limited prospects in refugee camps in Bangladesh, combined with intensifying conflict and deteriorating humanitarian conditions in Myanmar, have driven more people to risk perilous voyages. A significant number of those making these crossings are women and children, revealing the profound human toll of displacement and the absence of safe, sustainable alternatives. Over the past year, it is estimated that more than 5,300 Rohingya have embarked on these treacherous journeys from Bangladesh and Myanmar, with at least 600 reported missing or presumed dead.

These repeated incidents show that such tragedies are not isolated but part of a wider regional crisis that requires collective attention. In Indonesia, similar events have occurred in recent years, including the capsizing of a boat off West Aceh in March 2024 that claimed the lives of 67 passengers, among them 27 children. According to information gathered by UNHCR, over 1,000 Rohingya refugees are believed to have died or gone missing at sea in 2023 and 2024 alone. Refugees who survive these journeys often report experiencing violence, exploitation, and deprivation during their time at sea, yet many continue to embark despite knowing the risks, driven by fear, uncertainty, and the absence of safe pathways.

Protecting lives at sea and ensuring timely rescue for those in distress are fundamental humanitarian obligations under international law. To prevent further loss of life, countries in the region must demonstrate stronger collective responsibility and cooperation in providing protection and sustainable solutions for asylum seekers, refugees, migrants, and stateless persons along key migration routes. At the same time, lasting progress requires addressing the root causes of displacement and advancing a political resolution to the ongoing crisis in Myanmar. The Civil Society Network on Refugee and Asylum Seeker Issues in Indonesia calls on the Government of Indonesia, ASEAN and its bodies, including the ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR), as well as the wider international community to strengthen regional cooperation, establish safe, legal, and dignified pathways for those seeking protection, and support resolution in Myanmar. Without such measures, refugees will remain compelled to risk their lives through dangerous sea journeys in search of safety and hope.