Mengupas Isu Pengungsi di Indonesia: Kolaborasi Jesuit Refugee Service dan Universitas Kristen Indonesia

20 Juli 2024|Helmina Dewi Lestari

Mengupas Isu Pengungsi di Indonesia: Kolaborasi Jesuit Refugee Service dan Universitas Kristen Indonesia

Pada 12 Juni 2024, Universitas Kristen Indonesia (UKI) menjadi tuan rumah seminar bertajuk Journey of Refugees in Indonesia yang berhasil menarik antusiasme 375 mahasiswa dari berbagai fakultas. Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi UKI dengan Jesuit Refugee Service (JRS) Indonesia. 

Seminar ini menghadirkan empat narasumber kompeten yang memaparkan berbagai perspektif tentang kepengungsian:

  1. Edward M. L. Panjaitan, S.H., LL.M. – Dosen Fakultas Hukum UKI
  2. Laurens Ikinia, BCIS., MCS. – Wakil Ketua Institut Studi Pasifik UKI
  3. Melani Wahyu Wulandari – Direktur Proyek JRS Jakarta dan Bogor
  4. Susanne A. H. Sitohang, S.S., M.A. – Dekan Fakultas Sastra dan Bahasa UKI

Poin-Poin Penting Diskusi

  1. Kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap Pengungsi
    Indonesia, meski belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, telah mengadopsi prinsip-prinsip penting seperti:
  • Non-refoulement: Melarang pengungsi dikembalikan ke negara asal yang berbahaya.
  • Perlakuan non-diskriminatif terhadap pengungsi.
  • Pemberian perlindungan sementara di bawah hukum internasional dan nasional.

Namun, kekosongan kerangka hukum domestik sering kali menyebabkan inkonsistensi dalam penanganan pengungsi.

  1. Tantangan dan Peluang Penanganan Pengungsi Domestik
    Langkah-langkah seperti pembuatan undang-undang khusus dan kerja sama antar lembaga perlu diperkuat. Indonesia juga perlu mengatasi penyelundupan dan perdagangan manusia yang sering kali terjadi secara domestik.
  2. Upaya di Tingkat Internasional
    Sebagai negara transit, Indonesia dapat memperkuat negosiasi dengan UNHCR dan negara-negara yang meratifikasi Konvensi 1951 untuk berbagi tanggung jawab dalam menangani pengungsi.
  3. Peran Akademisi dalam Mendukung Pengungsi
    UKI menunjukkan inisiatif dalam membantu pengungsi dengan:
  • Menyediakan kelas Bahasa Indonesia (BIPA) agar mereka dapat beradaptasi.
  • Memperkenalkan budaya Indonesia melalui kegiatan kreatif seperti pertunjukan boneka.

Seminar ini membuka ruang diskusi bagi mahasiswa untuk mendalami isu kepengungsian dari berbagai sudut pandang—hukum, sosial, ekonomi, dan budaya. Antusiasme peserta tercermin dari berbagai pertanyaan kritis yang diajukan, seperti:

  • Mengapa ada inkonsistensi dalam kebijakan pengungsi di Indonesia?
  • Bagaimana menyelesaikan konflik antara pengungsi dan masyarakat lokal?

Kesimpulan

Melalui seminar ini, UKI bersama JRS menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menangani isu pengungsi secara holistik. Dengan dukungan komunitas internasional, pemerintah, dan akademisi, solusi yang lebih inklusif dan berkelanjutan dapat tercapai.

Kegiatan ini tidak hanya memperkaya wawasan mahasiswa, tetapi juga memperkuat semangat solidaritas terhadap para pengungsi, membuka peluang untuk menciptakan perubahan yang nyata bagi mereka yang mencari perlindungan di Indonesia.